10 Juni 2008

CUMA SANDIWARA KOK


Dari kecil, sandiwara kesukaan saya adalah sandiwara radio, pada waktu itu ada Saur Sepuh, Tutur Tinular, Babad Tanah Leluhur atau Ibuku Malang, Ibuku Tersayang...(eh alaaahhh). Beranjak remaja, sandiwara kesukaan saya agak bergeser ke sandiwara di TV dong..., Losmen, Aku Cinta Indonesia, Cerita Akhir Pekan, Dynasty, Santa Barbara, atau opera sabun semacam Little Missy...(knock..knock). Semuanya memberikan efek yang sama: menghibur, entah ceritanya sedih, lucu atau menjengkelkan. Oya, pemainnya juga punya kesamaan, walaupun mereka orang Indonesia atau bule, kesamaannya adalah sama-sama pemain bayaran.

Lalu, tiba-tiba terpikir, kenapa tidak menciptakan sandiwara sendiri.., karena saya merasa punya talenta acting... dan tentu saja ini sifatnya sukarela, bukan pemain bayaran, hanya ingin tahu saja bagaimana reaksi orang lain terhadap sandiwara yang saya mainkan..., kadang-kadang saya bermain sandiwara seorang diri, kadang keroyokan... Tempatnya? Kadang di sekolah atau dirumah... Yang jelas tanpa publikasi.. Hasilnya? Penonton memang terhibur, ada yang sedih atau marah...

Sekarang, saya lebih banyak menjadi penonton saja. Tampaknya jenis sandiwara yang dimainkan pun semakin bervariasi mulai dari tema, peran (yang sangat dijiwai oleh para aktornya), jumlah pemain, tempat, durasi, cakupan dan tentu saja yang selalu melekat adalah biaya pembuatan, pelaksanaan dan penyelesaian sandiwara-sandiwara ini.... Menjadi sangat tidak menghibur, ketika akhirnya ada korban... Hasilnya? Sebagian besar membuat penonton geram... Jadi, kadang-kadang penonton pun tidak sadar ikut menjadi pemain... Ad infinitum, ad nauseam.., tak terhingga, sampai memuakkan..


1 komentar:

bandi mengatakan...

dunia ini panggung sandiwara...
ceritanya mudah berubah...du...du..du..pam..pam...